Tugas Cerpen Bahasa Indonesia
BERKELANA DI NEGERI ORANG
Mutiah Nurul Qolbi
17/XI MIA 4
Nasi telah menjadi bubur, semua
angan-angan dan harapan pupuslah sudah. Ia sangat menyesali saat-saat mudanya ,
yang terbuang sia-sia. Sekarang ia hanya bisa meratapi nasibnya menjadi budak
di negeri orang. Apa harus buat?. Hanya itu jalan satu satunya.
Anak semata wayang dari keluarga
tersohor tersebut dahulunya merupakan anak yang taat,dan sederhana. Namun,
sekarang sikapnya berubah 180 derajat sejak dia masuk ke bangku SMA. Pergaulan
dengan teman-temanya mendorong Nevi menjadi anak yang sombong dan bandel.
“ Vi!, “ Teriak temanya dari depan gerbang sekolah
“Hai Ton!, ada apa nih manggil-manggil aku.” Jawab
Nevi sambil menghampirinya
“Nanti sore kita jalan bareng yuk, sudah bosan aku
dirumah terus-terusan.” Ajak tono , merayu
“Ide bagus tuh, aku juga lagi pengen refreshing”
jawabnya tanpa berpikir panjang.
Sore harinya Nevi dan teman-temannya
pergi ke sebuah Mall tersohor di Jakarta. Sampai larut malam , ia baru sampai dirumah.
Di sofa ruang tengah terlihat ibunya yang tampaknya sudah lama menunggu
kedatangan Nevi. Tak terlihat batang hidung ayahnya pada malam itu,karena
urusan pekerjaan.
“Nevi, kamu darimana saja sih, jam segini baru pulang
?” Tanya ibunya,khawatir.
“Biasa mah, ada urusan tadi” jawabnya sambil melepas
sepatu.
“Urusan apa sih, kok sampai larut malam begini. Tidak
baik kalau anak perempuan pulang malam-malam, tak enak dipandang orang.
Lagiankan kamu besok ada jam tambahan pagi.” Jelas Ibunya menasehati.
“Alah mamah nih banyak bicara , kayak nggak tau urusan
anak muda saja.”jawab Nevi
Mendengar perkataan anaknya tadi, hati ibunya seperti
tersayat oleh pisau. Ia hanya bisa terdiam di kesunyian kota Jakarta malam itu.
Sang fajar sudah mulai tampak di ufuk
timur, suara kokokan ayam bersahut-sahutan. Tetapi Nevi belum juga beranjak
dari kamar tidurnya. Ibunya yang sudah terbangun sejak subuh tadi mencoba
membangunkan anak perempuannya tersebut. Jam dinding sudah menunjukkan pukul
6.30, Nevi yang baru saja terbangun sontak langsung menuju kamar mandi dan
bersiap menuju sekolah.Di perjalanan ia teringat kalau hari ini ada jam
tambahan pagi. Terlihat keringat dingin telah menetes dari dahinya. Setibanya
di sekolah jam tambahan telah usai. Dalam hatinya ia bersorak gembira. Tak lama
kemudian ada salah satu guru menghampirinya.
“Hei kamu, kenapa nggak ikut jam tambahan tadi ?”
“Anu pak, tadi pagi penyakit ibu saya kambuh, terpaksa
saya harus mengantar Ibu saya ke rumah sakit terlebih dahulu.” Jawab Nevi
terbata-bata.
“Sudah tidak usah banyak alasan, jangan kau ulangi
lagi kesalahanmu hari ini.” Tegas gurunya
Begitulah Nevi saat disekolah, sering bolos pelajaran,
sering telat dan jarang ikut jam tambahan. Padahal satu bulan lagi ujian
sekolah akan diadakan. Malam harinya ketika Nevi telah terlelap dikamar
tidurnya. Diruang tamu terlihat kedua orangtuanya yang tampaknya sedang
berbicara serius. Mereka berbicara dengan lirih, takut akan membangunkan anak
semata wayangnya tersebut.
“Yah aku merasa kalau akhir-akhir ini ada yang janggal
dengan sikap Nevi.” Kata ibunya membuka percakapan.
“Janggal gimana mah ?”
“Aku memperhatikan sikap Nevi yang tidak wajar
akhir-akhir ini, aku sudah mencoba mengingatkannya berkali-kali”
“Bagaimana kalu kita masukkan Nevi ke pondok
pesantren” usul ayah Nevi
“Apa ? pondok pesantren!, anak kita semata wayang ini
mau ayah masukkan ke pondok pesantren ?.” jawab ibunya dengan nada agak keras
“Lalu kita mau gimana lagi mah ?”
“Aku akan mencoba menasehatinya lagi, siapa tahu dia
akan berubah pikiran.” Bela ibunya
Keesokan harinya Ibu Nevi mencoba berbicara dengannya
,secara hati-hati ibunya menjelaskna. Namun Nevi tetap menghiraukan perkataan
ibunya itu. Sudah berkali-kali Ibunya mengingatkan, sudah berkali-kali juga
Nevi menghiraukannya. Sajaknya Ibu Nevi sudah pasrah atas semua kelakuan
anaknya itu.
Tinggal tersisa beberapa hari lagi menuju hari
penentuan kelulusan. Namun dia tetap saja begitu. Sampai pada akhirnya hari
yang ditunggu-tunggu itu datang. Nevi dengan tenang menghadapinya. Tadi malam
dia sudah sibuk mempersiapkanya matang-matang, mempersiapkan secarik kertas
berisi kunci jawaban yang ia lipat dan selipkan di sakunya. Dengan hati-hati ia
membukanya sambil sesekali menengok pengawas yang sedang berjaga. Ruangan ujian
tampak sunyi dan tenang, siswa lainnya sibuk mengerjakan soalnya masing-masing,
tak terkecuali Nevi yang sibuk membolak-balikan kertas contekannya.
* * *
“Mah aku gak lolos ujian masuk universitas” ucap Nevi
dengan nada lirih
“Mamahkan sudah mengingatkan kamu beberapa kali, kamu
sih tidak pernah mendengarkannya”
“Lalu mau gimana lagi mah, tidak ada universitas yang
mau menerimaku lagi”
“Kalau kamu tidak bisa melanjutkan kepeguruan tinggi
lagi, coba kamu langsung cari pekerjaan saja” saran ibunya menenangkan hati
Nevi
Keesokan harinya ia berjalan menelusuri lorong-lorong
kecil di Jakarta, dengan hanya berbekal ijazah SMAnya. Ia terus berjalan, sudah
tergambar rasa lelah dan putus asa di raut mukanya. Dia belum menemukan tempat
yang cocok untuknya. Akhirnya dia memutuskan untuk kembali ke rumah, kembali
dengan tangan kosong.
Sesampainya di rumah dia masih mencari-cari lowongan
pekerjaan yang tertera di Koran,seketika terlintas dipikirannya untuk bekerja
di luar negeri menjadi TKI.
“Kayaknya enak juga nih bekerja di luar negeri, pasti
gajinya besar, Nanti kalau sudah terkumpul banyak bisa buat jalan-jalan juga
disana” gumamnya dalam hati.
* * *
Komentar
Posting Komentar